About

Tolong Menolong Dalam Kebaikan




Abdullah bin Umar R.a berkata, bahwa Rasulullah S.a.w bersabda;


"Seorang Muslim itu saudara bagi Muslim lain, tidak mendzaliminya dan menyerahkan dia kepada orang yang berbuat dzalim. Barang siapa memenuhi kebutuhan ssudaranya, maka Allah S.w.t akan memenuhi kebutuhannya dan barang siapa menyulitkan saudaranya, maka Allah S.w.t akan menyulitkannya di hari kiamat nanti, dan barang siapa yang menutupi aib saudaranya, maka Allah S.w.t akan menutupi aibnya di hari kiamat nanti.". (HR Abu Daud dan Turmudzi).

Di lingkungan pendidikan kita, di tempat tinggal atau di tengah masyarakat umum, situasi dan keadaan kita menghendaki kita harus berhubungan dengan orang lain, baik bersama orang-orang yang sebaya maupun yang sama keinginan dan kebutuhannya dengan kita. Hubungan antar-sesama dan saling menolong ini merupakan kehendak Allah S.w.t dalam bentuk, cara, dan peraturan yang diatur sesuai dengan fitrah manusia. Hal ini yang membuat ikatan hubungan masyarakat semakin kuat dan penuh kasih sayang.

Allah S.w.t berfirman;

وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

"..Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran..". (QS Al-Ma'idah [5]: 2).

Kemudian sabda Nabi S.a.w yang disebut di atas tadi menjelaskan secara lebih terperinci gambaran bentuk tolong-menolong dalam mengerjakan kebajikan dan takwa dengan kalimat Beliau;

"Muslim adalah saudara Muslim yang lain.".

Bentuk persaudaraan inilah yang merupakan dasar dibangunnya sebuah bangunan 'tolong-menolong' yang berdiri tegak.

Persaudaraan Muslim adalah persaudaraan aqidah, bukan persaudaraan keturunan dan darah. Dan bentuk persaudaraan aqidah inilah yang seharusnya lebih utama dalam mendapatkan perhatian dan pemeliharaan.

Allah S.w.t berfirman;

٢٤. قُلْ إِن كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ اللّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُواْ حَتَّى يَأْتِيَ اللّهُ بِأَمْرِهِ وَاللّهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

"Katakanlah: 'Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya'. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.". (QS At-Taubah [9]: 24).

Kemudian Nabi S.a.w menjelaskan gambaran awal bentuk persaudaraan, dalam kalimat Beliau;

"Tidak mendzaliminya dan menyerahkannya.".

Pengertian 'Tidak mendzaliminya' sudah jelas maknanya, yaitu kita tidak boleh menganiaya muslim lain yang merupakan saudara kita sendiri. Sedangkan yang dimaksud dengan kata-kata, 'tidak menyerahkannya', artinya tidak menyerahkan dia kepada orang-orang yang berbuat zalim. Oleh karena itu, kita dilarang bekerja sama dengan orang-orang yang zalim. Kita harus berupaya menentangnya dan juga menentang kezaliman dan bentuk lain yang sejenis.
Sebatas kesanggupan dan kemampuan kita secara materi, jiwa, dan pikiran, jadilah penerang bagi orang lain dan berilah perumpamaan tertinggi dunia dalam menancapkan landasan pembentukan masyarakat yang akan datang. Dan sekali-kali janganlah kalian tunduk terhadap gaya hidup yang berdiri di atas permusuhan dan rekayasa karena gaya hidup tersebut menjalankan hukum kekerasan dan kepentingan yang menerapkan sistem individualisme.

Persiapkan dirimu untuk menghadapi perubahan dan campakkan semua metode jahiliah. Terimalah dengan pikiran terbuka dan hati yang terang segala pentunjuk dalam Al Qur'an dan tuntunan sunnah Nabi Muhammad S.a.w, di dalam keduanyalah kita akan meraih kemenangan dan keberhasilan di dunia dan akhirat.

Wallahu waliyyuttafiq wal hidayah, Wassalam

Allahu Allah Lamma Nadani (Khoiril Bariyyah)




ألله ألله لما ندنی هو  ، فصرت عبدا مملوکا له هو


Allâhu Allâh lammâ nadanî huwa , fashirtu ‘abdân mamlûkân lahu huwa
خير البرية نظرة إلي ، ما أنت إلا گنز العطية Khoiril bariyyah nadhroh ilayya  mâ anta illâ kanzul ‘athiyyah
يا بحر فضل وتاج عدل ، جدلي بوصل قبل المنية Yâ bahro fadl-lin wa tâja ‘ad-lin  jud lî biwashlin qoblal maniyyah
گم ذا أنادي يا خير هادي ، يکفي عبادی يا نور عينيا Kam dzâ unâdî yâ khoiro hâdî  yakfî ‘ibâdî yâ nûro ‘ainayyâ
حاشاك تغفل عنا وتبخل ياخير مرسل إرحم شجية Hâsyâka taghful ‘annâ wa tabkhul yâ khoiro mursal irham syajiyyah
إني محب بذکر أحمد ، بشر محبا ولو برؤيا Innî muhibbun bidzikri Ahmad  basyir muhibbân walau biru,yâ
أهديك حبي صلاة ربی ، مادام قلبی بالذکر حيا Uhdîka hibbî sholâta robbî  mâ dâma qolbî bidzdzikri hayyâ
لو لاك يازينة الوجود ، ماطاب عيشی ولا وجودي Laulâka yâ zînatal wujûdi mâ thôba ‘aisyî walâ wujûdî
ولا نرنمت فی صلاتي ، ولا رکوعی ولا سجودي Wa lâ naronnamtu fî sholâtî  wa lâ rukû’î wa lâ sujûdî
أيا ليالي الرضا علينا ، عودی ليحضر منك عودی Ayâ layâlîr-ridlô ‘alainâ  ‘ûdî liyahdlur minka ‘ûdî
عودي علينا بکل خير ، بالمصطفی طيب الجدود ‘Ûdî ‘alainâ bikulli khoirin  bil Mushthofâ thîbil judûdi
بالله عيدوا وصال عيدوا ، فإن شوقی لکم يزيدوا Billâhi ‘îdû wishôli ‘îdû fa inna syauqî lakum yazîdû
وجددوا کل يوم وصل ، فإن يوم وصال عيدوا Wa jaddidû kulla yaumi washli fa inna yauma wishôli ‘îdû
خذوا فؤادی وفتشوه ، وقلبوه گما تريدوا Khudzû fu-âdî wa fattisyûhu  wa qollibûhu kamâ turîdû
فإن وجدتم فيه سواکم ، علي زيدوا البعاد زيدوا Fa in wajadtum fîhi siwâkum ‘alayya zîdûl bi’âda zîdû
ثم الصلاة علی نبينا ، وآله الرکع السجود Tsummas-sholâtu ‘alâ nabînâ  wa ãlihir-rukka’is-sujûdi
گذا سلامي علی الدوام ، عند الصباح مع العشية Kadzâ salâmî ‘alâd-dawâm  ‘indash-shobâhi ma’al ‘asyiyyah
  Sumber: Majelis Rasulullah Saw

Al-Habib Ali Al-Jufri: Pelopor Dakwah Masa Depan

Penampilan fisiknya mengagumkan: tampan, berkulit putih, tinggi, besar, berjenggot tebal dan rapi tanpa kumis. Wajar jika kehadirannya di suatu majelis selalu menonjol dan menyita perhatian orang.


Al-Habib Ali Al-Jufri: Pelopor Dakwah Masa Depan Tetapi kelebihannya bukan hanya itu. Kalau sudah berbicara di forum, orang akan terkagum-kagum lagi dengan kelebihan-kelebihannya yang lain. Intonasi suaranya membuat orang tak ingin berhenti mengikuti pembicaraannya. Pada saat tertentu, suara dan ungkapan-ungkapannya menyejukkan hati pendengarnya. Tapi pada saat yang lain, suaranya meninggi, menggelegar, bergetar, membuat mereka tertunduk, lalu mengoreksi diri sendiri.

Namun jangan dikira kelebihannya hanya pada penampilan fisik dan kemampuan bicara. Materi yang dibawakannya bukan bahan biasa yang hanya mengandalkan retorika, melainkan penuh dengan pemahaman-pemahaman baru, sarat dengan informasi penting, dan ditopang argumentasi-argumentasi yang kukuh. Wajar, karena ia memang memiliki penguasaan ilmu agama yang mendalam dalam berbagai cabang keilmuan, ditambah pengetahuannya yang tak kalah luas dalam ilmu-ilmu modern, juga kemampuannya menyentuh hati orang, membuat para pendengarnya bukan hanya memperoleh tambahan ilmu dan wawasan, melainkan juga mendapatkan semangat dan tekad yang baru untuk mengoreksi diri dan melakukan perubahan.

Itulah sebagian gambaran Habib Ali bin Abdurrahman Al-Jufri, sosok ulama dan dai muda yang nama dan kiprahnya sangat dikenal di berbagai negeri muslim, bahkan juga di dunia Barat.

Ia memang sosok yang istimewa. Pribadinya memancarkan daya tarik yang kuat. Siapa yang duduk dengannya sebentar saja akan tertarik hatinya dan terkesan dengan keadaannya. Bukan hanya kalangan awam, para ulama pun mencintainya. Siapa sesungguhnya tokoh ini dan dari mana ia berasal?

Menimba Ilmu dari para Tokoh Besar
Habib Ali Al-Jufri lahir di kota Jeddah, Arab Saudi, menjelang fajar, pada hari Jum’at 16 April 1971 (20 Shafar 1391 H). Ayahnya adalah Habib Abdurrahman bin Ali bin Muhammad bin Alwi Al-Jufri, sedangkan ibundanya Syarifah Marumah binti Hasan bin Alwi binti Hasan bin Alwi bin Ali Al-Jufri.

Di masa kecil, ia mulai menimba ilmu kepada bibi dari ibundanya, seorang alimah dan arifah billah, Hababah Shafiyah binti Alwi bin Hasan Al-Jufri. Wanita shalihah ini memberikan pengaruh yang sangat besar dalam mengarahkannya ke jalur ilmu dan perjalanan menuju Allah.

Setelah itu ia tak henti-hentinya menimba ilmu dari para tokoh besar. Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf adalah salah seorang guru utamanya. Kepadanya ia membaca dan mendengarkan pembacaan kitab Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim, Tajrid Al-Bukhari, Ihya’ Ulumiddin, dan kitab-kitab penting lainnya. Cukup lama Habib Ali belajar kepadanya, sejak usia 10 tahun hingga berusia 21 tahun.

Ia juga berguru kepada Habib Ahmad Masyhur bin Thaha Al-Haddad, ulama terkemuka dan penulis karya-karya terkenal. Di antara kitab yang dibacanya kepadanya adalah Idhah Asrar `Ulum Al-Muqarrabin. Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki juga salah seorang gurunya. Kepadanya ia mempelajari kitab-kitab musthalah hadits, ushul, dan sirah. Sedangkan kepada Habib Hamid bin Alwi bin Thahir Al-Haddad, ia membaca Al-Mukhtashar Al-Lathif dan Bidayah Al-Hidayah.

Ia pun selama lebih dari empat tahun menimba ilmu kepada Habib Abu Bakar Al-`Adni bin Ali Al-Masyhur, dengan membaca dan mendengarkan kitab Sunan Ibnu Majah, Ar-Risalah Al-Jami`ah, Bidayah Al-Hidayah, Al-Muqaddimah Al-Hadhramiyyah, Tafsir Al-Jalalain, Tanwir Al-Aghlas, Lathaif Al-Isyarat, Tafsir Ayat Al-Ahkam, dan Tafsir Al-Baghawi.

Pada tahun 1412 H (1991 M) Habib Ali mengikuti kuliah di Fakultas Dirasat Islamiyyah Universitas Shan`a, Yaman, hingga tahun 1414 H (1993 M).

Kemudian ia menetap di Tarim, Hadhramaut. Di sini ia belajar dan juga mendampingi Habib Umar bin Muhammad Bin Hafidz sejak tahun 1993 hingga 2003. Kepadanya, Habib Ali membaca dan menghadiri pembacaan kitab-kitab Shahih Al-Bukhari, Ihya’ Ulumiddin, Adab Suluk Al-Murid, Risalah Al-Mu`awanah, Minhaj Al-`Abidin, Al-`Iqd An-Nabawi, Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah, Al-Hikam, dan sebagainya.

Selain kepada mereka, ia pun menimba ilmu kepada para tokoh ulama lainnya, seperti Syaikh Umar bin Husain Al-Khathib, Syaikh Sayyid Mutawalli Asy-Sya`rawi, Syaikh Ismail bin Shadiq Al-Adawi di Al-Jami` Al-Husaini dan di Al-Azhar Asy-Syarif, Mesir, juga Syaikh Muhammad Zakiyuddin Ibrahim. Di samping itu, Habib Ali juga mengambil ijazah dari 300-an orang syaikh dalam berbagai cabang ilmu.

Dakwah yang Dialogis
Al-Habib Ali Al-Jufri
Berbekal berbagai ilmu yang diperolehnya, ditambah pengalaman berkat tempaan para gurunya, ia pun mulai menjalankan misi dakwahnya. Aktivitas dakwahnya dimulai pada tahun 1412 H/1991 di kota-kota dan desa-desa di negeri Yaman. Ia kemudian berkelana dari satu negeri ke negeri lain. Perjalanannya ke mancanegara dimulai pada tahun 1414 H/1993 dan terus berlangsung hingga kini.

Berbagai kawasan negara dikunjunginya. Misalnya negara-negara Arab, yakni Uni Emirat Arab, Yordania, Bahrain, Arab Saudi, Sudan, Suriah, Oman, Qatar, Kuwait, Lebanon, Libya, Mesir, Maroko, Mauritania, Jibouti.

Negara-negara non-Arab di Asia, di antaranya Indonesia, Malaysia, Singapura, India, Bangladesh, Sri Lanka. Di Afrika, di antaranya ia mengunjungi Kenya dan Tanzania. Sedangkan di Eropa, dakwahnya telah merambah Inggris, Jerman, Prancis, Belgia, Belanda, Irlandia, Denmark, Bosnia Herzegovina, dan Turki. Ia pun setidaknya telah empat kali mengadakan perjalanan dakwah ke Amerika Serikat; pertama tahun 1998, kedua tahun 2001, ketiga tahun 2002, dan keempat tahun 2008. Di samping juga mengunjungi Kanada

Perjalanan dakwahnya ke berbagai negeri membawa kesan tersendiri di hati para jama’ah yang mendengarkan penjelasan dan pesan-pesannya.

Di Jerman, ia membuat jama’ah masjid sebanyak tiga lantai menangis tersedu-sedu mendengar taushiyahnya. Orang-orang yang tinggal di Barat, yang cenderung keras hatinya, ternyata bisa lunak di tangan Habib Ali. Di Amerika ada yang merasa bahwa memandang dan berkumpul bersama Habib Ali Al-Jufri selama satu malam cukup untuk memberinya tenaga dan semangat untuk beribadah selama tiga bulan. Di Inggris ia terlibat pelaksanaan Maulid Nabi di stadion Wembley. Di Denmark ia  mengadakan jumpa pers dengan kalangan media massa.

Di Darul Musthafa, Tarim, Hadhramaut setiap tahun, bulan Rajab-Sya`ban, ia menjadi pembicara rutin Daurah Internasional. Ia pun merangkul para dai muda di Timur Tengah, serta membimbing dan memberikan petunjuk kepada para pemuda yang berbakat. Ia suka duduk bersama para pemuda dan mengadakan dialog terbuka secara bebas.

Dalam berdakwah, ia aktif menjalin hubungan dengan berbagai kalangan masyarakat. Ia memasuki kalangan yang paling bawah, seperti suku-suku di Afrika, hingga kalangan paling atas, seperti keluarga keamiran Abu Dhabi. Ia berhubungan dengan kalangan awam hingga kalangan yang paling alim, seperti Syaikh Muhammad Said Ramadhan Al-Buthi (mufti de facto negeri Syria), Syaikh Ali Jum`ah (mufti Mesir), dan ulama-ulama besar lainnya.

Banyak sekali bintang film, artis dan aktris, para seniman, di Mesir yang bertaubat di tangannya. Ini mengakibatkan pemerintah Mesir merasa khawatir, kalau hal ini berlangsung terus akan memberikan dampak buruk bagi industri perfilman Mesir, yang merupakan salah satu sumber penghasilan utama setelah pariwisata. Artis yang sebelumnya “terbuka” jadi berhijab, yang dulunya aktor jadi berdakwah.

Kini ia pun secara rutin tampil di televisi. Penyampaian dakwahnya menyentuh akal dan hati. Cara dakwahnya yang sejuk dan simpatik, pandangan-pandangannya yang cerdas dan tajam, pembawaannya yang menarik hati, membuatnya semakin berpengaruh dari waktu ke waktu.

Kemunculan Habib Ali di dunia dakwah membawa angin segar bagi kaum muslimin, terutama kalangan Sunni. Cara dakwahnya berbeda dengan dakwah kalangan yang cenderung keras, kasar, dan kering dari nilai-nilai ruhani, serta cenderung menyerang orang lain, dan banyak menekankan pada model konflik ketimbang harmoni dengan kalangan non-muslim. Bahkan mereka memandang masyarakat muslim sekarang sebagai reinkarnasi dari masyarakat Jahiliyah.

Beberapa waktu lalu koran Denmark kembali menampilkan kartun Nabi. Berbeda dengan reaksi sebagian kalangan muslim yang penuh amarah dan tindak kekerasan di dalam menanggapinya, Habib Ali Jufri dengan kesejukan hatinya serta ketajaman pandangan, pikiran, akal, dan mata bathinnya telah melakukan serangkaian langkah yang bervisi jauh ke depan. Ia berharap, langkah-langkahnya akan berdampak positif bagi kaum muslimin, terutama yang tinggal di negara-negara Barat, serta akan menguntungkan dakwah Islam di masa kini dan akan datang.

Bukannya melihat kasus ini sebagai ancaman dan bahaya terhadap Islam dan muslimin, Habib Ali justru secara cerdas melihat hal ini sebagai peluang dakwah yang besar untuk masuk ke negeri Eropa secara terbuka, untuk menjelaskan secara bebas tentang Rasulullah SAW dan berdialog dengan penduduk serta kalangan pers di sana tentang agama ini dan tentang fenomena muslimin. Singkatnya, ia justru melihat ini sebagai peluang dakwah yang besar.

Tentu saja cara pandang Habib Ali juga disebabkan pemahamannya yang sangat dalam tentang karakter masyarakat Barat. Salah satu karakter terbesar mereka adalah mempunyai rasa ingin tahu yang besar, berpikir rasional, dan memiliki sikap siap mendengarkan. Karakter-karakter umum ini, ditambah sorotan perhatian kepada Rasulullah, merupakan peluang besar untuk memberikan penjelasan. Mereka ingin tahu tentang Nabi SAW, berarti mereka dalam kondisi siap mendengarkan. Mereka rasional, berarti siap untuk mendapatkan penjelasan yang logis.

Apabila kita bisa menjelaskan tentang Nabi SAW dan agama ini kepada mereka dengan cara yang menyentuh akal dan hati mereka, maka kita justru akan bisa mengubah mereka. Dari yang anti menjadi netral, yang netral menjadi pro, yang pro menjadi muslim, yang antipati menjadi simpati, yang keras menjadi lembut, yang marah menjadi dingin, yang acu menjadi penasaran. Sekaligus pula mencegah simpatisan menjadi oposan, pro menjadi anti dan seterusnya.

Karena karakter masyarakat Barat yang terbuka, toleran, lebih bisa menerima keanekaragaman budaya, maka peluang dakwah terbuka bebas. Inilah ranah ideal untuk dakwah Islamiyah. Tentu saja ini bagi para da`i yang berfikiran terbuka, berakal lurus dan tajam, cerdas memahami situasi kondisi, dan memiliki dada yang cukup lapang dalam menerima tanggapan negatif, serta giat melakukan pendekatan yang konstruktif dan positif, serta memiliki akhlak yang mulia. Di sinilah Habib Ali Al-Jufri masuk dengan dakwahnya yang dialogis.
Terjalinnya Silaturahim

Habib Ali Aljufri bersama Habib Munzir Almusawwa dan Habib Ja'far bin Muhammad Al Bagir Al attas saat acara Majelis Rasulullah Saw
Habib Ali Aljufri bersama Habib Munzir Almusawwa dan Habib Ja’far bin Muhammad Al Bagir Al attas saat acara Majelis Rasulullah Saw

Tentu saja untuk berani melakukan dialog dengan pers Barat dibutuhkan kecerdasan dan keluasan berpikir serta pemahaman atas pola berpikir masyarakat Barat. Habib Ali dan para dai ini, selain sangat memahami masyarakat Barat, juga memiliki tim khusus yang melakukan penelitian-penelitian secara ilmiah dan mendetail tentang subyek apa pun yang dibutuhkan.

Ketika melihat berbagai reaksi yang ada atas kasus kartun Nabi, Habib Ali menemukan satu benang merah: semua kelompok dalam masyarakat Islam marah. Kemarahan yang mencerminkan masih adanya sisa-sisa mahabbah kepada Nabi SAW ini bersifat lintas madzhab, lintas thariqah, lintas jama’ah, bahkan lintas aqidah. Habib Ali melihat ini sebagai peluang pula untuk menyatukan visi kaum muslimin dan menyatukan barisan mereka. Kalau kaum muslimin tak bisa bersatu dalam madzhab, thariqah, bahkan aqidah, mereka ternyata bisa disatukan dalam mahabbah dan pembelaan terhadap Nabi SAW.

Langkah Habib Ali tidak berhenti di sini. Ia membentuk sekelompok dai yang dikenal dengan akhlaqnya, keterbukaan pikiran dan keluasan dadanya, serta kesiapannya untuk melakukan dialog secara intensif dan bebas dengan masyarakat Barat. Kemudian ia bersama kelompok dai ini mengadakan safari intensif keliling Eropa bertemu dengan kalangan pers dan berbagai kalangan lainnya untuk memberikan penjelasan.

Habib Ali dan para dai tersebut mengambil momen ini untuk memupuk cinta muslimin kepada Rasulullah, untuk menghidupkan lagi tradisi-tradisi yang lama mati, dan untuk mengajak muslim berakhlaq mulia sebagaimana akhlaq nabinya, sambil mengingatkan kaum muslimin yang berdemo agar menjaga adab dan akhlaq Nabi. Ia juga menyeru kepada kaum muslimin untuk memanfaatkan momen ini dengan menghadiahkan buku-buku tentang Nabi Muhammad kepada para tetangga dan kawan-kawan mereka yang non-muslim, serta untuk membuka topik untuk menjelaskan kepada mereka tentang Rasulullah dan kedudukan beliau di lubuk hati kaum muslimin.

Bukan hanya itu. Ia pun memanfaatkan momen ini untuk menyatukan dai-dai sedunia dalam satu shaf dan mempelopori berdirinya organisasi dai sedunia. Yang menarik, dalam semua tindakan dan langkahnya ini, ia senantiasa menggandeng, berkoordinasi, dan bermusyawarah serta melibatkan para ulama besar dunia, seperti Syaikh Muhammad Sa`id Ramadhan Al-Buthi, Syaikh Ali Jum`ah (mufti Mesir), dan ulama-ulama besar lainnya. Sehingga gerakan ini menjadi gerakan kolektif, milik bersama, bukan milik Habib Ali saja.

Sebagai salah satu dampak dari gerakan ini adalah terjalinnya silaturahim dan tersambungnya komunikasi yang sebelumnya terputus atau kurang intensif di antara para ulama dan dai muslimin karena mereka menjadi giat berkomunikasi lintas madzhab, pemikiran, kecenderungan pribadi, bahkan lintas aqidah.

Gerakan yang dipelopori Habib Ali ternyata mampu mengikat sejumlah besar pemuka Islam dari berbagai latar belakang yang berbeda ke dalam satu shaf lurus yang panjang untuk bersama-sama menanggapi sebuah isu internasional dengan satu suara bulat yang tidak terpecah-pecah.  Kita berharap, ini tidak akan berakhir, bahkan justru menjadi sebuah awal dari persatuan ulama dan dai-dai muslimin.

HABIB ABDUL QADIR BIN AHMAD ASSEGAF (Al Quthub, Jeddah)





Al Allamah Arifbillah Al Quthub Al Habib Abdul Qadir bin Ahmad bin Abdurrahman bin Ali bin Umar bin Saggaf bin Muhammad bin Umar bin Thoha Assegaf dilahirkan di Seiwun, Yaman oleh seorang wanita mulia berdarah suci, Syarifah Alwiyah binti Ahmad bin Muhammad Al Jufri pada bulan Jumadil Akhir tahun 1331 H. Nama Abdul Qadir ini adalah pemberian dari Yang Mulia Al Allamah Arifbillah Al Imam Al Habib Ali bin Muhammad Al Habsyi (Shahib Simthuddurar). Diantara keistimewaan beliau saat bayi adalah, setiap satu jam sekali beliau dibangunkan oleh ayahnya, dan dituntun membaca Syahadat, sehingga kalimat pertama yang keluar dari mulut beliau ketika beliau mulai berbicara, adalah kalimat Syahadat.

Habib Abdul Qadir masih berusia 25 tahun ketika ayahnya wafat. Ayahnya itu wafat pada hari Sabtu sore, tanggal 4 Muharram 1357 H setelah menunaikan shalat Ashar. Sedangkan ibundanya wafat pada tanggal 29 Rajab 1378 H, bertepatan dengan wafatnya Al Allamah Arifbillah Al Musnid Al Habib Salim bin Hafidh BSA (kakek Habib Umar bin Hafidh BSA).

Pertama kali beliau belajar kepada ayahandanya, hingga pada usia dini beliau telah memahami dasar-dasar agama. Beliau kemudian melanjutkan belajarnya ke Ulmah Thoha, sebuah Rubath yang didirikan datuknya, Habib Thoha bin Umar Assegaf di Seiwun. Guru beliau ketika belajar di Rubath Ulmah Thoha adalah Syaikh Thoha bin Abdullah Bahmid. Setelah itu beliau belajar Al Quran dan Qiraah Sab’ah kepada Syaikh Hasan bin Abdullah Baraja di Madrasah Nahdhatul Ilmiyyah, sehingga beliau mampu menguasai dan menghafal keduanya. Karena keistimewaan beliau dibanding murid-murid lain, dalam waktu singkat beliau telah diangkat oleh gurunya untuk menjadi staff pengajar di Madrasah Nahdhatul Ilmiyyah.

Keadaan negeri Yaman yang kala itu dikuasai oleh Komunis memaksa beliau dan beberapa ulama lainnya hijrah. Pertama kali beliau hijrah ke Aden pada tahun 1393 H. Disana beliau disambut dengan hangat dan diminta untuk membuka majelis ilmu disana. Setelah dari Aden, beliau bertolak menuju Singapura, dan disana pun beliau disambut dengan suka cita serta membuka majelis-majelis ilmu. Pada bulan Juli 1974 M (1393 H), beliau singgah di Jakarta dan mengunjungi beberapa ulama besar disana, diantaranya kepada Al Allamah Arifbillah Al Habib Ali bin Abdurrahman Al Habsyi (Habib Ali Kwitang). Dari Jakarta kemudian menuju Surabaya, disana pun beliau berziarah kepada ulama-ulama dan mendirikan majelis ilmu.

Pada tahun yang sama, beliau terbang menuju Arab Saudi. Disana beliau memperdalam ilmu agama kepada ulama-ulama, diantaranya kepada Mufti Maliki saat itu, manusia mulia guru yang sangat dicintainya, saking cintanya beliau kepada gurunya itu, sampai-sampai beliau menggubah sebuah Qashidah untuk menyanjungnya, guru mulia tersebut adalah Al Allamah Arifbillah Shahibul Fatawa Al Imam Assayyid Alwi bin Abdul Aziz Al Maliki Al Hasani, ayah dari Abuya Maliki. Kemudian beliau menetap di kota Jeddah hingga akhir hayatnya. Selain kepada ulama-ulama diatas, Habib Abdul Qadir juga belajar kepada ulama-ulama besar di zamannya, diantaranya kepada :

  1. Habib Umar bin Hamid Assegaf
  2. Habib Umar bin Abdul Qadir Assegaf
  3. Habib Abdullah bin Idrus Alaydrus
  4. Habib Abdullah bin Alwi Al Habsyi
  5. Habib Husain bin Abdullah Al Habsyi
  6. Habib Abdu Baari bin Syaikh Alaydrus
  7. Habib Muhammad bin Hadi Assegaf
  8. Habib Abdullah bin Umar Assegaf
  9. Habib Hasan bin Ismail BSA 
  10. Habib Hamid bin Alwi Al Baar

Adapun diantara murid-murid beliau yang termasyhur adalah :

  1. Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliki Al Hasani
  2. Habib Zain bin Ibrahim Bin-Sumaith
  3. Habib Salim bin Abdullah Asy Syahthiri (Sulthanul Ulama)
  4. Habib Umar bin Hafidh BSA
  5. Habib Abu Bakar Al Adani bin Ali Al Masyhur
  6. Habib Abu Bakar bin Hasan Al Attas
  7. Habib Ali Zainal Abidin Al Jufri

Demikian Habib Abdul Qadir menghabiskan seluruh hidupnya untuk menyebarkan benih ilmu dan akhlak datuknya, Rasulullah SAW ke seluruh penjuru dunia. Hingga pada saat Allah menghendaki yang dikehendaki-Nya, wajah dunia mendadak muram pada Shubuh hari Ahad, tanggal 19 Rabiul Akhir 1431 H (4 April 2010 M), ketika beliau yang agung wafat menghadap Allah dan Rasul-Nya. Beliau wafat dalam usianya 100 tahun. Jenazah beliau dimakamkan di Jannatul Ma’ala setelah shalat Isya.

Mengenal Sosok dan Pemikiran Al Habib Abubakar Al-Adni bin Ali Al-Masyhur





Hadramaut sejak belasan abad yang silam dikenal sebagai kawasan yang melahirkan kaum sholihin dan para ulama, dari sanalah muncul para wali dan dai yang mengenalkan manusia pada Tuhannya. Dari masa ke masa Hadramaut selalu dihuni oleh manusia-munusia terpilih yang menjadi penyambung lidah nubuah. Dewasa ini kita kenal para ulama asal Hadramaut yang sangat luar biasa, di tanah air nama al-Habib Salim Asyathiri dan al-Habib Umar bin Hafidz tidaklah asing di telinga, lantaran keduanya sering berkunjung ke Indonesia dan mempunyai murid yang tersebar diberbagai pelosok negeri ini. Sedangkan di Hadramaut sendiri ada seorang ulama besar yang dikenal oleh publik Yaman sebagai cendikiawan muslim, meski di Indonesia namanya tidak sering terdengar. Beliau adalah al-Habib Abubakar al-Adni bin Ali al-Masyhur, seorang ulama yang mempunyai pemikiran cemerlang di Abad ini, sosok dan kepribadiannya adalah ulama rabbani yang sesungguhnya.
Dilahirkan di kota Ahwar pada tahun 1366 H. Dari keluarga yang cinta ilmu dan dakwah, sehingga sejak beliau masih belia kedua orang tuanya telah membuatnya hafal al-Quran. Beliau belajar pada para ulama yang berada di kawasan Hadramaut, seperti Ahwar, Aden, dan sekitarnya.
Sejak berumur empat belas tahun beliau telah dilatih oleh ayahnya untuk berdakwah, beliau bercerita bahwa diusia yang cukup muda itu sang ayah telah memerintahnya untuk membuat konsep khutbah jumat, setelah itu dibaca didepan sang ayah sebelum akhirnya disampaikan di mimbar.
Ketika ada orang bertanya akan pengaruh orang tua pada beliau, beliau menjawab: hampir disemua sisi hidupku, aku tidak lepas dari pengaruh orang tuaku. Ayahku adalah sosok yang sangat disiplin pada waktu, beliau sangat perhatian pada pendidikan keluarga termasuk pendidikanku dan saudara-saudaraku, disamping itu beliau adalah pendidik yang mengajarkan arti dan tujuan hidup ini padaku. Dari prilakunyalah aku banyak belajar tentang arti hidup ini, disamping kerap kali aku mendengar ceramah-ceramah beliau dan pelajaran-pelajaran yang disampaikan pada umat.
Sering aku menyaksikan cucuran air mata beliau ditengah malam saat beliau membaca al-Quran atau bermunajah pada Allah.
Disamping belajar pada para ulama secara tradisional beliau juga belajar di sekolah hingga lulus dari Universitas Aden jurusan tarbiah.
Dimasa remaja, beliau menyaksikan intimedasi dan tekanan yang dilakukan oleh pemeritahan komunis pada rakyat Yaman terutama pada para tokoh dan ulama, termasuk pada keluarga beliau. Hal ini membuat beliau keluar dari tanah kelahirannya menuju Saudi Arabia, kejadian itu beliau tulis dalam sebuah karya sastera yang berjudul al-khuruj min dairatul hamra.
Sesampainya di hijaz beliau diperintahkan oleh sang ayah untuk menjadi Imam disalah satu masjid di kota Jiddah sekaligus sebagai khotib dan guru. Mula-mula beliau ingin melanjutkan studinya ke al-Azhar, Mesir. Namun orang tua beliau kurang berkenan dan bahkan menganjurkan untuk belajar pada al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf.
Rupanya al-Habib Abdul Qadir membuat beliau terlena dalam samudera ilmu dan makrifah sehingga keinginan beliau untuk kemesir menjadi sirna. Dalam masalah ini beliau bercerita “keinginanku untuk belajar kemesir menjadi lenyap setelah aku berjumpa dengan al-Habib Abdul Qadir, sebab tujuan dan keinginanku telah ku jumpai di kota ini, sesuatu yang ku temukan pada diri al-Habib Abdulqadir adalah luasnya masyhad, ilmu yang memadai, kejernihan akal, dan kesungguhan orentasi serta akhlak nubuwah yang sempurna”
Maka sejak saat itu beliau dekat dengan sang guru ini, entah berapa puluh kitab yang dibaca didepan gurunya, hingga akhirnya beliau menjadi salah satu murid istimewa al-Habib Abdul Qadir Assegaf, dan beliau sendiri telah menulis riwayat hidup sang guru dengan lengkap.
Sejak enyah nya kaum komunis dari Yaman selatan, dan terjadinya persatuan antara Yaman selatan dengan Yaman utara, beliaupun pulang ke Yaman dengan membawa pemikiran cemerlang didalam menciptakan kehidupan yang kondusif dan damai di Negara Yaman, beliau termasuk ulama pertama yang mempropagandakan persatuan pemikiran dan jiwa pada masyarakat Yaman setelah Negara mereka bersatu.
Disinilah kiprah beliau mulai tampak, beliau membuka puluhan pondok pesantren diberbagai pelosok negeri Yaman, disamping mendirikan pusat-pusat pendidikan yang jumlahnya tidak kurang dari 83 cabang.
Beliau mampu menggabungkan system pendidikan akademi moderen dan system pendidikan tradisional. Sehingga mayoritas murid-murid beliau adalah para sarjana dan cendikiawan yang ada di Yaman.  perhatian beliau pada karya-karya ilmiah yang sangat luar biasa menuntut beliau untuk mendidirikan pusat-pusat penelitian dan kajian untuk para pelajar.
Beliau juga aktif mengadakan seminar dan kajian intensif seputar dakwah dan ilmu keislaman, begitu juga beliau banyak mendidirikan forum dan klub-klub atau yang lebih dikenal dengan istilah muntadayat diberbagai daerah di Yaman.
              Al Habib Abubakar Al-Adni bin Ali Al-Masyhur
                              Al-Habib Umar bin Hafidz
PEMIKIRAN DAN GAGASAN
Yang istimewa pada sosok al-Habib Abubakar ini adalah gagasan-gagasan cemerlang beliau didalam menyelesaikan berbagai problem umat. Yang beliau tuangkan dalam karya-karya beliau yang saat ini telah mencapai 150 lebih dalam berbagai disiplin ilmu. Mulai dari ilmu Fiqih, sejarah, sastra, fikroh, dakwan danmanahajiah. Bahkan beliau telah menghasilkan beberapa karya yang belum pernah ditulis oleh ulama sebelumnya.
Inilah yang membuat penulis tertarik menulis sosok dan pemikiran al-Habib Abubakar al-Adni al-Masyhur.
Ada beberapa pemikiran menarik yang bersifat global yang menurut hemat penulis sangat pas untuk di mengerti oleh kaum muslimin Indonesia. Diantaranya adalah pemikiran beliau  tentang madrasah abawiyah yang mempunyai lawan madrasah anawiyah. Beliau memang mempunyai istilah-istilah tersendiri didalam berbagai pemikiran baru yang beliau gagaskan. Seperti Fiqih Tahawwulat, Sunnah mawaqif, mutsallats almadmuj, manhajul wai wassalamah dan berbagai istilah-istilah menarik lainnya.
FIQIH TAHAWWULAT
Selama ini kum muslimin mengenal rukun agama ada tiga, yaitu ; Islam, Iman dan Ihsan. Tiga hal inilah yang harus di ketahui oleh setiap orang mukallaf, dan sumber dari tiga dasar agama ini berasal dari hadits Nabi yang terkenal dengan hadits Jibril. Yaitu hadist ketika malaikat Jibril datang pada Rasulullah SAW dengan menyerupai seorang manusia, Jibril datang dan bertanya tentang tiga hal, yaitu Iman, Islam dan Ihsan. Selanjutnya Jibril bertanya kapan kiamat? Yang dijawab oleh Rasulullah dengan jawaban; yang ditanya tidak lebih mengetahui dari yang bertanya. Kemudian malaikat Jibril bertanya tentang tanda-tandanya, setelah puas dengan jawaban Nabi. Malaikat Jibril pergi, setelah itu Rasulullah bersabda pada para sahabat yang menyaksikan semua itu  “dia itu jibril yang mengajarkan agama kalian“.
Dari hadits itulah ulama mengambil kesimpulan bahwa rukun agama ada tiga, namun menurut habib Abubakar rukun agama ada empat, dengan tambahan mengetahui tanda-tanda kiamat. Rukun ke empat ini di istilahkan oleh beliau dengan istilah fiqih tahawwulat.
Bedanya dengan tiga rukun yang pertama, rukun keempat bersifat elastis atau selalu berobah tergantung marhalah (masa)nya. Sedangkan yang lainnya bersifat baku yang tidak bisa berobah dengan peredaran waktu dan zaman.
Adapuan faidah mengetahui fiqih ini adalah: mengetahui sikap yang benar dalam menyikapi berbagai fitnah yang timbul disepanjang masa, dengan berdasarkan nas nabawiy. Dimana fitnah yang menjadi tanda-tanda kiamat akan terjadi sepanjang masa, sejak masa Rasulullah hingga pada puncak terjadinya kiamat.
Istinbat/pengambilan fiqih tahawwulat ini berdasarkan teks-teks suci/al-Quran dan Hadits dengan menggabungkan antara sejarah peradaban dan realitas masyarakat saat ini.
Menurut beliau, tidak sedikit para ulama yang terjebak menjadi pembantu Iblis dan Dadjjal tanpa menyadari akan hal itu, penyebabnya adalah mereka tidak memahami fiqih tahawwulat.
Beliau juga mencontohkan sikap para sahabat dan ulama yang menunjukan akan pemahaman mereka terhadap fiqih tahawwulat ini, seperti sikap Imam Ali bin Abi Tolib ketika menghadapi fitnah pemberontak dan khawarij, Ibnu Abbas dan Abu Hurairah menurut beliau termasuk salah satu dari sahabat yang faham betul akan fiqih ini.
Sedangkan dari kalangan ulama beliau mencontohkan sikap al-Imam al-Muhajir Ahmad bin Isa yang hijrah dari Basrah menuju Hadramaut, atau sikap Faqih al-Muqaddam yang mematahakan pedangnya dan bergabung dalam dunia tasawuf.
Yang jelas pemikiran beliau ini sangat membantu generasi muda dalam menyikapi berbagai persoalan yang timbul saat ini, orang yang faham akan fiqih ini akan bersikap dengan dasar nas nabawiy, bukan dengan dasar emosional atau ikut-ikutan. Masalah ini distilahkan oleh beliau dengan sunnah al-Mawaqif (cara bersikap/berindak).
Itulah sekilas dari salah satu pemikiran beliau yang tidak pernah disentuh oleh ulama sebelumnya, dan masih banyak gagasan dan pemikiran beliau yang sangat menarik untuk kita telaah.
Dan Alhamdulillah saat ini telah ada sekitar 30 pelajar asal Indonesia yang berada dalam bimbingan beliau, dimana sebelumnya beliau belum menerima santri asal Indonesia.

AL-IMAM AL-HABIB AHMAD MASYHUR BIN TOHA AL-HADDAD

AL-IMAM AL-HABIB AHMAD MASYHUR BIN TOHA AL-HADDAD


Al-Habib Ahmad Masyhur bin Thaha Al-Haddad adalah salah seorang generasi Alawiyin yang paling berpengaruh di benua Afrika Timur dan biasanya digelar sebagai seorang Mujaddid di sana.


Beliau lahir di Kota Qaydun, Hadhramaut pada tahun 1325 H. Beliau dibesarkan di dalam keadaan ilmu dan taqwa oleh ibunya yang sholehah Shofiyyah, yang merupakan anak Al-Imam Thahir bin Umar Al-Haddad.


Pendidikan awalnya kemudian ke dua orang ulama besar Al-Haddad yaitu Al-Habib Abdullah dan Al-Habib Alawi, dua beradik yang mengasaskan Ribath (Pondok/Pesantren) Qaydun. Al-Habib Ahmad sendiri kemudiannya menjadi guru di Ribath tersebut dalam usia yang masih muda. Beliau kemudian memasuki Ribath Tareem dan belajar pada para ulama di sana.


Sesuai dengan ilmu agama yang memerlukan penuntun belajar dengan cara bersanad dan ijazah, seperti tradisi Ulama Alawiyin, Al-Habib Ahmad telah mendapatkan ijazah dari para ulama di Hadhramaut, Hiaz, Indonesia dan Afrika Timur. Syaikh yang paling banyak menuntun rohani Al-Habib Ahmad Masyhur bin Thaha Al-Haddad ialah Al-Imam Ahmad bin Muhsin Al-Haddar.


Awal 1350-an Hijriah, beliau menetap di Mombasa, Kenya. Selain perniagaannya di sana, beliau mengadakan halaqah ilmu di Masjid dan rumahnya. Dengan rahmat Allah beliau menjadi pemimpin, dan seorang tokoh yang disegani di sana. Masyarakat berduyun-duyun mendatangi beliau dan mendengarkan pengajiannya. Beliau juga menjadi rujukan utama dalam urusan agama dan Syaria.


Beliau juga mengadakan ekspedisi dakwah menyerukan Islam ke kawasan-kawasan pedalaman Kenya. Namanya mulai terkenal di kawasan Afrika Timur dengan gelar “Habib”.


Pada tahun 1375 H (1955 M) beliau hijrah ke Kampala, Uganda dan menetap di sana selama 13 tahun. Beliau meninggalkan perniagaan dan menumpukan sepenuh waktunya untuk mengajar dan menyeru masyarakat kepada Allah.


Banyak pemuda Afrika yang belajar dengannya, yang kemudian menjadi Qadhi, guru agama dan pendakwah. Beliau sendiri pergi ke segenap kawasan, hutan maupun gurun, untuk berdakwah terutamanya di Uganda, Congo, Tanzania dan negara-negara Afrika Timur lain. Beliau mendirikan banyak Masjid dan sekolah serta mengislamkan banyak orang di sana.


Usaha dakwah Al-Habib Ahmad di Kenya dan Uganda telah menyebabkan peningkatan yang begitu besar jumlah ummat Islam. Sebagai seorang guru yang tidak pernah mengenal penat, masyarakat yang menginginkan ilmu, barakah atau nasihat berbondong-bondong datang ke rumahnya.


Al-Habib Ahmad Masyhur benar-benar menghambakan diri sepenuhnya hanya untuk Allah. Beliau sentiasa menjaga wirid dan solat sunnah. Tidak pernah tinggal untuk bangun menunaikan Qiamullail hatta ketika musafir.


Setiap gerak, kalimah dan senyuman beliau menyegarkan ingatan kita akan kehadiran Rasulullah. Tiada yang melihat wajah beliau melainkan akan ingat Allah. “Haibah”nya menyebabkan mereka yang melihat merasa hormat, namun kelembutan dan hormat pada semua, melembutkan hati mereka yang hadir. Mereka akan terlupa segala masalah dan dapat menikmati pengalaman yang diterima oleh seseorang yang cukup dengan Allah dan RasulNya.


Di penghujung hayatnya, Al-Habib Ahmad sering bolak balik dari Afrika ke Makkah dan Madinah. Saat usianya sudah semakin lanjut, beliau menetap di Jeddah bersama keluarganya. Rumahnya sentiasa terbuka buat para tamu. Mereka mendapati dirinya seorang mursyid, pembimbing yang ikhlas dan seorang alim yang hebat.


Beliau pergi menemui sang Kekasih pada 6 Desember 1995 dalam usian 87 tahun.


Selain dakwah di Afrika dan murid-murid yang kemudian menjadi Masyaikh, Al-Habib Ahmad juga meninggalkan khazanah yang bernilai. Tulisannya yang paling masyhur berjudul Miftahul Jannah (Kunci Surga).

Birasulillahi wal Badawi



هذه القصيده برسول الله والبدوی

Ini adalah Qoshidah Birasulillahi wal Badawi
۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰٠۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰۰
برسول الله والبدوی ۰۞۰ ورجال من بنی علوی
Birosûlillâhi wal badawî
Wa rijâlin min banî ‘Alawî
سلکوافی المنحج النبوی ۰۞۰ برسول الله والبدوی
Salakû fîl manhajin-nabawî
Birosûlillâhi wal badawî
رب إني قد مددت يدی ۰۞۰ منك أرجو فائضی المدد
Robbi innî qod madadtu yadî
Minka arjû fâ-idlol madadi
فأغثنی أنت معتمدی ۰۞۰ برسول الله والبدوی
Fa-aghitsnî anta mu’tamadî
Birosûlillâhi wal badawî
قمت بالأعتاب معترفا ۰۞۰ لعظيم الذنب مقترفا
Qumtu bil a’tâbi mu’tarifan
Li’adhîmidz-dzanbi muqtarifan
من بحار الفضل مغترفا ۰۞۰ برسول الله والبدوی
Min bihâril fadl-li mughtarifan
Birosûlillâhi wal badawî
جودك المألوف أطمعنی ۰۞۰ وإلی رجواك أرجعنى
Jûdukal ma.lûfu athma’anî
Wa ilâ rojwaka arja’anî
رب فاذهب ما يروعنی ۰۞۰ برسول الله والبدوی
Robbi fadzhib mâ yurowwi’unî
Birosûlillâhi wal badawî
باسط گفی ولی أمل ۰۞۰ فيك لکن ليس لی عمل
Bâsithun kaffî walî amalun
Fîka lâkin laisa lî ‘amalun
إعتقار جئت أبتهل ۰۞۰ برسول الله والبدوی
I’tiqôri ji.tu abtahilu
Birosûlillâhi wal badawî
ليس لی وجه أقدمه ۰۞۰ غير طه أنت تکرمه
Laisa lî wajhun uqoddimuhu
Ghoiro Thôhâ anta tukrimuhu
جد بفقد أنت تعلمه ۰۞۰ برسول الله والبدوی
Jud bifaqdin anta ta’lamuhu
Birosûlillâhi wal badawî
صلوات الله ذی الگرم ۰۞۰ تتغشي صفوة الأمم
Sholawâtullâhi dzîl-karomi
Tataghossyâ shofwatal umami
ما سری رکب إلی الحرم ۰۞۰ برسول الله والبدوی
Mâ sarô rokbun ilâl haromi
Birosûlillâhi wal badawî
وعلی ال النبی الکرماء ۰۞۰ وعلی أصحابه الحگماء
Wa ‘alâ âlin-nabiyl kuromâ’
Wa ‘alâ ash-hâbihil hukamâ’
وعلی اتباعه العلماء ۰۞۰ برسول الله والبدوی
Wa ‘alâ atbâ’ihil ‘ulamâ’
Birosûlillâhi wal badawî
***************
برسول الله والبدوی
ورجال من بنی علوی
Birosûlillâhi wal badawî
Wa rijâlin min banî ‘Alawî
Demi Rosulullah dan al-Badawiy dan demi orang-orang dari Bani Alawi
سلکوافی المنحج النبوی
برسول الله والبدوی
Salakû fîl manhajin-nabawî
Birosûlillâhi wal badawî
Mereka yang menapaki jalan kenabian, Demi Rosulullah dan al-Badawiy
رب إني قد مددت يدی
منك أرجو فائضی المدد
Robbi innî qod madadtu yadî
Minka arjû fâ-idlol madadi
Tuhanku, sungguh telah ku ulurkan tanganku, dari Mu kuharap luapan pertolongan
فأغثنی أنت معتمدی
برسول الله والبدوی
Fa-aghitsnî anta mu’tamadî
Birosûlillâhi wal badawî
Maka beri pertolongan padaku, Engkaulah tempat bersandarku, Demi Rasulullah dan al-Badawiy
قمت بالأعتاب معترفا
لعظيم الذنب مقترفا
Qumtu bil a’tâbi mu’tarifan
Li’adhîmidz-dzanbi muqtarifan
Aku khabarkan berbagai kesulitan sebagai pelaku dosa besar
من بحار الفضل معترفا
برسول الله والبدوی
Min bihâril fadl-li mu’tarifan
Birosûlillâhi wal badawî
dan sebagai yang mengetahui akan luasnya karunia, Demi Rosulullah dan al-Badawiy
جودك المألوف أطمعنی
وإلی رجواك أرجعنى
Jûdukal ma,lûfi athma’anî
Wa ilâ rojwaaka arja’anî
KedermawananMu yang telah dikenal, memberiku asa dan membuatku kembali berharap pada engkau
رب فاذهب ما يروعنی
برسول الله والبدوی
Robbi fadzhib mâ yurowwi’unî
Birosûlillâhi wal badawî
Tuhanku, maka hilangkanlah segala sesuatu yang membuatku takut, Demi Rosulullah dan al-Badawiy
باسط گفی ولی أمل
فيك لکن ليس لی عمل
Bâsithun kaffî walî amalun
Fîka lâkin laisa lî ‘amalun
Kubentangkan telapak tangan dengan sebuah harapan padamu, namun aku sama sekali tak punya amal
بافتقاری جئت أبتهل
برسول الله والبدوی
Biftiqôrii ji,tu abtahilu
Birosûlillâhi wal badawî
Aku datang berdo’a sepenuh hati akan kebutuhanku, Demi Rosulullah dan al-Badawiy
صلوات الله ذی الگرم
يتغشي صفوة الأمم
Sholawâtullâhi dzîl-karomi
Yataghossyâ shofwatal umami
Rohmat Allah Sang Pemilik kemuliaan semoga menyelubungi kepada umat terpilih
ما سری رکب إلی الحرم
برسول الله والبدوی
Mâ sarô rokbun ilâl haromi
Birosûlillâhi wal badawî
Selama rombongan masih berjalan ke tanah harom, Demi Rosulullah dan al-Badawiy
وعلی ال النبی الکرما
وعلی أصحابه العلما
Wa ‘alâ âlin-nabiyl kuromâ
Wa ‘alâ ash-hâbihil ‘ulamâ’
Dan kepada keluarga Nabi yang mulia dan sahabat-sahabat Nabi yang alim
وعلی اتباعه الحگماء
برسول الله والبدوی
Wa ‘alâ atbâ’ihil hukamâ’
Birosûlillâhi wal badawî
dan kepada para pengikut yang bijaksana, Demi Rasulullah dan al-Badawiy

VIDEO









Biografi Singkat Al-Imam Al-’Allamah Al-Habib Abdullah Bin Alawi Al-Haddad (Shohibur Ratib Al-Haddad)

Di masa kecilnya,  al-Habib Abdullah mengerjakan shalat sunnah seratus rakaat setiap harinya setelah pulang dari rumah gurunya di waktu Dhuha. Karena itulah tidaklah mengherankan jika Allah SWT memberinya kedudukan sebagai ‘Wali Al-Quthub’ sejak usianya masih remaja.

rumah kelahiran al imam abdullah bin alawi alhaddadAl-Imam Al-’Allamah Al-Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad, di lahirkan di Syubair di salah satu ujung Kota Tarim di provinsi Hadhramaut-Yaman pada tanggal 5 Safar tahun 1044 H. Beliau di besarkan di Kota Tarim dan di saat beliau berumur 4 tahun, beliau terkena penyakit cacar sehingga menyebabkan kedua mata beliau tidak dapat melihat.
Meskipun kedua mata beliau tidak dapat melihat sejak usia dini, beliau tetap tidak memutuskan gairahnya untuk menuntut ilmu-ilmu agama dan mengisi masa kecilnya dengan berbagai macam ibadah dan bertaqarrub kepada Allah SWT, sehingga mulai dari sejak usia dini, hidupnya sangat berkah dan berguna.
Ayah beliau, al-Habib Alawi bin Muhammad al-Haddad berkata: “Sebelum aku menikah, aku berkunjung kerumah al-’Arif Billah al-Habib Ahmad bin Muhammad al-Habsyi di Kota Syi’ib untuk meminta do’a. Lalu al-Habib Ahmad menjawabku: “Awlaaduka Awlaadunaa Fiihim Albarakah”
Artinya: “Putera-puteramu termasuk juga putera-putera kami, pada mereka terdapat berkah.”
Selanjutnya, al-Habib Alawi al-Haddad berkata: “Aku tidak mengerti arti ucapan al-Habib Ahmad itu, sampai setelah lahirnya puteraku, Abdullah dan berbagai tanda-tanda kewalian dan kejeniusannya.”
Semenjak kecil, al-Habib Abdullah al-Haddad telah termotivasi untuk menimba ilmu dan gemar beribadah. Tentang masa kecilnya, al-Habib Abdullah berkata: “Jika aku kembali dari tempat belajarku pada waktu Dhuha, maka aku mendatangi sejumlah masjid untuk melakukan shalat sunnah seratus rakaat setiap harinya.”
Kemudian untuk mengetahui betapa besar kemauan beliau untuk beribadah di masa kecilnya, al-Habib Abdullah menuturkannya sebagai berikut: “Di masa kecilku, aku sangat gemar dan bersungguh-sungguh dalam ibadah dan mujahadah, sampai nenekku seorang wanita shalihah yang bernama asy-Syarifah Salma binti al-Habib Umar bin Ahmad al-Manfar Ba’alawi berkata: ‘Wahai anak kasihanilah dirimu.’ Ia mengucapkan kalimat itu, karena merasa kasihan kepadaku ketika melihat kesungguhanku dalam ibadah dan bermujahadah.”
Seorang sahabat dekat al-Habib Abdullah al-Haddad berkata: “Ketika aku berkunjung kerumah al-Habib Abdullah bin Ahmad Bilfagih, maka ia bercerita kepada kami: ‘Sesungguhnya kami dan al-Habib Abdullah al-Haddad tumbuh bersama, namun Allah SWT memberinya kelebihan lebih dari kami. Yang sedemikian itu, kami lihat hidup al-Habib Abdullah sejak masa kecilnya telah mempunyai kelebihan tersendiri, yaitu ketika ia membaca Surat Yasiin, maka ia sangat terpengaruh dan menangis sejadi-jadinya, sehingga ia tidak dapat menyelesaikan bacaan surat yang mulia itu, maka dari kejadian itu dapat kami maklumi bahwa al-Habib Abdullah telah diberi kelebihan tersendiri sejak di masa kecilnya.”
Al-Habib Abdullah sering berziarah kubur pada Hari Jum’at sore setelah melakukan shalat Ashar di masjid al-Hujairah. Selain itu, al-Habib Abdullah al-Haddad sering berziarah kubur pada Hari Selasa sore. Setelah usianya semakin lanjut dn dan kekuatannya semaki menurun, maka al-Habib Abdullah tidak berziarah pada Hari Jum’at dan Selasa seperti biasanya, adakalanya beliau berziarah pada Hari Sabtu dan hari-hari lainnya sebelum matahari naik.
Di antara wirid al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad setiap harinya adalah kalimat “LAA ILAAHA ILLALLAH” sebanyak seribu kali. Tetapi di Bulan Ramadhan dibaca sebanyak dua ribu kali setiap harinya. Beliau menyempurnakannya sebanyak tujuh puluh ribu kali pada waktu enam hari di Bulan Syawal. Selain itu, beliau mengucapkan “LAA ILAAHA ILLALLAH AL-MALIKUL HAQQUL MUBIIN” sebanyak seratus kali setelah Shalat Dzuhur.
Al-Habib Abdullah berkata: “Kami biasa melakukan shalat al-Awwabin sebanyak dua puluh rakaat.”
Al-Habib Abdullah sering berpuasa sunnah, khususnya pada hari-hari yang dianjurkan, seperti Hari Senin dan Hari Kamis, hari-hari putih (Ayyamul baidh), Hari Asyura, Hari Arafah, enam hari di Bulan Syawal dan lain sebagainya sampai di masa senjanya. Beliau selalu menyembunyikan berbagai macam ibadah dan mujahadahnya, beliau tidak ingin memperlihatkannya kepada orang lain, kecuali untuk memberikan contoh kepada orang lain.
Selain di kenal sebagai ahli ibadah dan mujahadah, al-Habib Abdullah juga dikenal seorang yang istiqomah dalam ibadah dan mujahadahnya seperti yang dilakukan Rasulullah SAW dan para sahabatnya. al-Habib Ahmad an-Naqli berkata: “al-Habib Abdullah adalah seorang yang sangat istiqamah dalam mengikuti semua jejak kakeknya, Rasulullah SAW.”
Dalam masalah ini, al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad berkata: “Kami telah mengamalkan semua jejak Nabi Muhammad SAW dan kami tidak meninggalkan sedikitpun daripadanya, kecuali hanya memanjangkan rambut sampai di bawah ujung telinga, karena Nabi SAW memanjangkan rambutnya sampai di bawah ujung kedua telinganya.”
Tentang kesabaran al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad, sejak masa kecil beliau sudah mengalami berbagai cobaan, diantaranya adalah ketika ia menderita penyakit cacar sampai kedua matanya tidak dapat melihat. Meskipun begitu, ia rajin mencari ilmu dan beribadah di masa kecilnya, hingga melakukan shalat sunnah seratus rakaat setiap paginya hingga Waktu Dzuhur tiba. Disebutkan bahwa ia selalu menyembunyikan berbagai cobaan yang dideritanya, sampai di akhir usianya. Dalam masalah ini beliau berkata kepada seorang kawan dekatnya:
“Sesungguhnya penyakit demam di tubuhku sudah ada sejak lima belas tahun yang lalu dan hingga kini masih belum meninggalkan aku, meskipun demikian tidak seorangpun yang mengetahui penyakitku ini, sampaipun keluargaku sendiri.”
Tentang Tarekat al-Ba’alawi, al-Habib Abdullah mengatakan:
“Tarekat kami adalah mengikuti tuntunan al-Qur’an dan as-Sunnah dan mengikuti jejak para salafunas shalihin di segala bidangnya.”
Al-Habib Abdullah kembali menjelaskan:
“Kami tidak mengikuti tuntunan, kecuali tuntunan Allah SWT, tuntunan Rasul-Nya dan jejak al-Faqih al-Muqaddam. Dan tarekat orang-orang yang menuju kepada Allah SWT dan kami tidak membutuhkan tarekat selain tarekat ini. Para sesepuh kami al-Ba’alawi telah menetapkan sejumlah petunjuk bagi kami, karena itu kami tidak akan mengikuti petunjuk lain yang bertentangan dengan petunjuk mereka.”
Telah kami sebutkan bahwa di masa kecil beliau, al-Habib Abdullah mengerjakan shalat sunnah seratus rakaat setiap harinya setelah pulang dari rumah gurunya di waktu Dhuha. Karena itulah tidaklah mengherankan jika Allah SWT memberinya kedudukan sebagai ‘WALI AL-QUTHUB’ sejak usianya masih remaja.
Disebutkan bahwa beliau mendapat kedudukan Wali al-Quthub lebih dari ‘Enam Puluh Tahun’. Beliau menerima libas atau pakaian kewalian dari al-’Arif Billah al-Habib Muhammad bin Alawi (Shahib Makkah). Beliau menerima libas tersebut tepat ketika al-Habib Muhammad bin Alawi wafat di kota Makkah pada tahun 1070 H. Pada waktu itu, usia al-Habib Abdullah 26 tahun. Kedudukan Wali al-Quthub itu beliau sandang hingga beliau wafat (1132 H). Jadi beliau menjadi Wali al-Quthub lebih dari ’60 Tahun’.
Beliau menuntut ilmu pada ulama’-ulama’ di zamannya, diantaranya guru-guru beliau adalah: Sayyiduna Al-Quthub Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-Attas, Al-Habib Al-’Allamah Agil bin Abdurrahman As-Segaf, Al-Habib Al-’Allamah Abdurrahman bin Syeikh Aidid, Al-Habib Al-’Allamah Sahl bin Ahmad Bahsin Al-Hudayli Ba’alawi, dan termasuk guru-guru beliau juga adalah Al-Imam Al-’Allamah guru besar kota Makkah Al-Mukarromah, Al-Habib Muhammad bin Alwi As-Segaf, dan masih banyak lagi guru-guru beliau yang lainnya.
Beliau memiliki banyak murid, diantara murid-murid belia adalah: Al-Habib Hasan bin Abdullah Al-Haddad (putera beliau sendiri), Al-Habib Ahmad bin Zain Al-Habsyi, Al-Habib Abdurrahman bin Abdullah Bilfaqih, Al-Habib Umar bin Zain bin Smith, Al-Habib Muhammad bin Zain bin Smith, Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-Bar, Al-Habib Ali bin Abdullah bin Abdurrahman As-Segaf, Al-Habib Muhammad bin Umar bin Thoha Ash-Shafi As-Segaf, dan masih banyak lagi murid-murid beliau.
Di antara karya-karya tulis al-Habib Abdullah adalah: ar-Risalah Adab as-Suluk al-Murid, ar-Risalatul al-Mu’awanah, an-Nafaais al-’Ulwiyah Fi al-Masailis as-Sufiyah, Sabiilul Iddikar, al-Ithaaf as-Saail, at-Tatsbiitul Fuaad, ad-Da’wah at-Taamah, an-Nasaih ad-Diiniyah, dan masih banyak lagi lainnya.
Dan termasuk wirid-wirid yang beliau susun diantaranya yang sangat terkenal adalah ‘Ratib Al-Haddad’ yang beliau susun di malam Lailatul Qadr tahun 1071 H.
Beliau wafat hari Senin Malam Selasa tanggal 7 Dzulqa’dah 1132 H, dan di makamkan di pemakaman Zambal di kota Tarim-Hadhramaut-Yemen.
Semoga Allah merahmati beliau dengan rahmat yang teramat luasnya dan meridhoinya serta memberi kita manfaat dan barokah beliau serta ilmu-ilmu beliau di dunia dan akhirat. Aamiin..
Karomah Al-Imam Al-‘Allamah Al-Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad
Maqam Al-Habib Abdullah Bin Alawi Al-Haddad (Shohibur Ratib)Karamah adalah suatu keistimewaan yang diberikan kepada seorang Wali Allah SWT sebagai karunia khusus baginya, sebagaimana mukjizat yang diberikan kepada seorang Nabi atau Rasul sebagai bukti kenabian dan kerasulannya. Kalau seorang Nabi atau Rasul diperintah memperkenalkan diri dan tugasnya kepada umatnya, dan untuk membuktikan kerasulan atau kenabiannya, maka ia dibolehkan memperlihatkan mukjizatnya, seperti ketika Nabi Allah Musa as di perintah melempar tongkatnya di depan Fir’aun, sehingga tongkatnya berubah menjadi seekor ular.
Berbeda dengan seorang wali dan karamahnya. Ia tidak diperintah memperkenalkan diri dan menampakkan karamahnya kepada orang lain, karena ia tidak diperintah untuk menyebarkan risalah agama. Hanya saja, seorang wali dianjurkan mengajak orang lain ke jalan Allah SWT. Kalau di tengah dakwahnya, ia membutuhkan suatu bukti, maka ia boleh minta diberi karamah, misalnya ketika Sunan Bonang dihadang oleh seorang preman, maka beliau menunjuk tangannya ke atas pohon, dengan izin Allah SWT si preman melihat buah pohon yang ada di atasnya berupa emas, sehingga ia tidak putus-putusnya memandang emas yang ada di atas pohon itu, sampai Sunan Bonang dapat meneruskan perjalanannya dengan lancar. Adapun buah pohon yang berubah menjadi emas adalah karamah Allah SWT yang diberikan kepada Sunan Bonang, sehingga beliau dapat selamat dalam perjalanannya.
Adapun karamah yang diberikan kepada al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad cukup banyak, sehingga kalau diungkapkan satu persatunya, maka akan membutuhkan waktu yang panjang. Sehingga kami hanya mengungkapkan sebagian kecil saja, seperti yang dapat di baca di bawah ini:
Seorang sahabat dekat al-Habib Abdullah berkata: “Pada suatu kali aku terlilit hutang yang banyak dan aku tidak dapat melunasinya, karena aku tidak mempunyai uang. Ketika aku menyampaikan keluhanku kepada al-Habib Abdullah al-Haddad, maka beliau berkata: ‘Semoga esok pagi semua hutangmu dapat terlunasi.’ Ternyata keesokan paginya, ada seorang lelaki memberiku sepuluh potong pakaian. Setelah aku menerimanya, kemudian akupun menjualnya, maka aku mendapat keuntungan yang lebih besar dari jumlah hutangku, semua itu adalah berkah karamah al-Habib Abdullah al-Haddad.”
Salah satu sahabat al-Habib Abdullah al-Haddad berkata:
“Salah seorang yang sangat cinta kepada al-Habib Abdullah al-Haddad berkata: ‘Aku pernah dirampok sampai semua hartaku habis. Maka akupun mendatangi al-Habib Abdullah untuk meminta tolong dan minta do’a. Ketika aku akan pamitan, maka ia berkata kepadaku, semoga engkau mendapat ganti yang lebih bagus daripada hartamu yang dirampok. Tetapi bacalah setiap paginya ‘YA RAZZAK’ sebanyak tiga ratus delapan puluh kali dan do’a sebagai berikut sebanyak empat kali:
“Allahumma Aghninii Bichalaalika ‘An Charaamika, Wa Bithaa’atika ‘An Ma’shiyatika Wa Bifadhlika ‘Amman Siwaak.”
Maka dengan izin Allah SWA, lelaki itu kembali dalam keadaan yang lebih baik, karena hidupnya lebih baik dan hutang-hutangnya sudah terlunasi. Ia termasuk seorang yang shaleh, bertakwa dan wara’. Ia banyak mengerjakan amal-amal kebajikan, terutama saedekah. Ia sangat yakin kepada al-Habib Abdullah dan kepada orang-orang shaleh. Ia wafat di Kota Syibam pada tahun empat puluh. Semoga Allah SWT merahmatinya dan menempatkannya di surga-Nya yang sangat luas.”
Selain itu, asy-Syeikh Abdullah Syarahil menceritakan kisah asy-Syeikh Umar Bahmid sebagai berikut: “Ada seorang datang mengadu kepada al-Habib Abdullah tentang sakit perut dan darah yang banyak keluar dari duburnya, dan ketika itu aku ada di sisinya. Maka al-Habib Abdullah berkata kepadaku: “Wahai Bahmid, obatilah orang ini.” Maka aku memegang perutnya, kemudian aku meniupnya. Maka penyakit orang itu sembuh pada waktu itu juga. Kemudian penyakit orang itu berpindah kepadaku, sampai aku mengeluh kepada al-Habib Abdullah. Kemudian beliau memberi makanan kepadaku sambil mengusap perutku dengan tangannya yang mulia, maka dengan izin Allah SWT penyakitku segera sembuh pada waktu itu juga.”
Asy-Syeikh Abdullah Syarahil menuturkan, bahwa al-Habib Ahmad berkata kepadaku: “Aku diberitahu oleh al-Habib Ahmad, bahwa al-Habib Abdullah al-Haddad berkata kepadanya: “Aku melihat ada seorang yang mengeluh sakit gigi dan ia minta do’a kesembuhan darimu.”
Maka aku berkata kepadanya: “Mengapa orang itu meminta do’a kepadaku, padahal engkau masih ada di dekatnya?”
Lalu al-Habib Abdullah mengatakan kepadaku: “Laksanakan saja perintahku.”
“Lalu akupun segera melaksanakan perintahnya, hingga penyakit orang itu sembuh, tetapi rasa sakitnya berpindah pada diriku. Ketika aku menghadap kepada al-Habib Abdullah, maka beliau memberitahuku: “Pdnyakit orang itu sudah sembuh, tetapi rasa sakitnya pindah kepadamu.”
“Memang aku merasakan sakitnya orang itu, namun segera hilang dengan berkahnya,” katanya.
Selain itu masih ada lagi kisah karamah yang dialami oleh al-Habib Abdullah sebagai berikut:
“Disebutkan bahwa ketika al-Habib Abdullah pergi menunaikan ibadah haji, maka ada seekor unta yang melompat-lompat karena emosi, sehingga tidak seorangpun yang berani mendekati dan menungganginya, karena lompatannya sangat keras. Ketika al-Habib Abdullah diberitahu tentang masalah itu, maka beliau mendatangi unta itu dan meletakkan tangannya di lehernya, maka dengan izin Allah SWT, maka unta itu menundukkan kepala kepadanya.”
Salah seorang sahabat dekat al-Habib Abdullah al-Haddad berkata:
“Aku diberitahu oleh salah seorang murid yang selalu mengikuti al-Habib Abdullah al-Haddad: “Pada suatu hari aku keluar untuk mengunjungi seorang syeikh yang dikenal oleh penduduk Kota Tarim dengan nama asy-Syeikh Maula ar-Rakah, dan aku kesana tanpa
memberitahu kepada al-Habib Abdullah lebih dahulu, sehingga aku kesana dalam keadaan demam yang sangat keras. Aku berkata dalam diriku sendiri: “Mungkin penyakitku ini disebabkan aku tidak memberitahu kepada al-Habib Abdullah terlebih dahulu.”
Ketika aku mendatangi al-Habib Abdullah dan mengeluh kepadanya, maka al-Habib Abdullah mengusap badanku dengan tangannya yang mulia. Dengan izin Allah dan berkah al-Habib Abdullah penyakitku segera sembuh dan tidak meninggalkan bekas apapun pada tubuhku.”
Sumber: -Mengenal Lebih Dekat al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad -Menyingkap Rahasia Dzikir & Doa Dalam Ratib al-Haddad
INDAH NYA BERBAGI © 2015. All Rights Reserved.
Template HITAMZ V.3 By SEOCIPS , Powered By Blogger