Sayyidina Umar Bin Khattab R.A
Sayyidina Umar bin Khattab R.a dilahirkan 12 tahun setelah kelahiran Rasulullah S.a.w. Ayahnya bernama Khattab dan ibunya bernama Khatmah. Perawakannya tinggi besar dan tegap dengan otot-otot yang menonjol dari kaki dan tangannya, jenggot yang lebat dan berwajah tampan, serta warna kulitnya coklat kemerah-merahan.
Beliau dibesarkan di dalam lingkungan Bani Adi, salah satu kaum dari
suku Quraisy. Beliau merupakan khalifah kedua di dalam islam setelah
Sayyidina Abu Bakar As Siddiq R.a.
Nasabnya adalah Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Riyah bin
Abdullah bin Qarth bin Razah bin 'Adiy bin Ka'ab bin Lu'ay bin Ghalib.
Nasab beliau bertemu dengan nasab Nabi pada kakeknya Ka'ab. Antara
beliau dengan Nabi selisih 8 kakek. lbu beliau bernama Hantamah binti
Hasyim bin al-Mughirah al-Makhzumiyah. Rasulullah memberi beliau
"kun-yah" Abu Hafsh (bapak Hafsh) karena Hafshah adalah anaknya yang
paling tua; dan memberi "laqab" (julukan) al Faruq.
Umar bin Khattab masuk Islam
Sebelum masuk Islam, Umar bin Khattab dikenal sebagai seorang yang keras permusuhannya dengan kaum Muslimin, bertaklid kepada ajaran nenek moyangnya, dan melakukan perbuatan-perbuatan jelek yang umumnya dilakukan kaum jahiliyah, namun tetap bisa menjaga harga diri. Beliau masuk Islam pada bulan Dzulhijah tahun ke-6 kenabian, tiga hari setelah Hamzah bin Abdul Muthalib masuk Islam.
Ringkas cerita, pada suatu malam beliau datang ke Masjidil Haram secara
sembunyi-sembunyi untuk mendengarkan bacaan shalat Nabi. Waktu itu Nabi
membaca surat al-Haqqah. Umar bin Khattab kagum dengan susunan
kalimatnya lantas berkata pada dirinya sendiri- "Demi Allah, ini adalah
syair sebagaimana yang dikatakan kaum Quraisy." Kemudian beliau
mendengar Rasulullah membaca ayat 40-41 (yang menyatakan bahwa Al Qur'an
bukan syair), lantas beliau berkata, "Kalau begitu berarti dia itu
dukun." Kemudian beliau mendengar bacaan Nabi ayat 42, (Yang menyatakan
bahwa Al-Qur'an bukan perkataan dukun.) akhirnya beliau berkata, "Telah
terbetik lslam di dalam hatiku." Akan tetapi karena kuatnya adat
jahiliyah, fanatik buta, pengagungan terhadap agama nenek moyang, maka
beliau tetap memusuhi Islam.
Kemudian pada suatu hari, beliau keluar dengan menghunus pedangnya
bermaksud membunuh Nabi. Dalam perjalanan, beliau bertemu dengan Nu`aim
bin Abdullah al 'Adawi, seorang laki-laki dari Bani Zuhrah. Lekaki itu
berkata kepada Umar bin Khattab, "Mau kemana wahai Umar?" Umar bin
Khattab menjawab, "Aku ingin membunuh Muhammad." Lelaki tadi berkata,
"Bagaimana kamu akan aman dari Bani Hasyim dan Bani Zuhrah, kalau kamu
membunuh Muhammad?" Maka Umar menjawab, "Tidaklah aku melihatmu
melainkan kamu telah meninggalkan agama nenek moyangmu." Tetapi lelaki
tadi menimpali, "Maukah aku tunjukkan yang lebih mencengangkanmu, hai
Umar? Sesugguhnya adik perampuanmu dan iparmu telah meninggalkan agama
yang kamu yakini."
Kemudian dia bergegas mendatangi adiknya yang sedang belajar Al Qur'an,
surat Thaha kepada Khabab bin al Arat. Tatkala mendengar Umar bin
Khattab datang, maka Khabab bersembunyi. Umar bin Khattab masuk rumahnya
dan menanyakan suara yang didengarnya. Kemudian adik perempuan Umar bin
Khattab dan suaminya berkata, "Kami tidak sedang membicarakan apa-apa."
Umar bin Khattab menimpali, "Sepertinya kalian telah keluar dari agama
nenek moyang kalian." Iparnya menjawab, "wahai Umar, apa pendapatmu jika
kebenaran itu bukan berada pada agamamu?" Mendengar ungkapan tersebut
Umar bin Khattab memukulnya hingga terluka dan berdarah, karena tetap
saja saudaranya itu mempertahankan agama Islam yang dianutnya, Umar bin
Khattab berputus asa dan menyesal melihat darah mengalir pada iparnya.
Umar bin Khattab berkata, 'Berikan kitab yang ada pada kalian kepadaku,
aku ingin membacanya.' Maka adik perempuannya berkata," Kamu itu kotor.
Tidak boleh menyentuh kitab itu kecuali orang yang bersuci. Mandilah
terlebih dahulu!" lantas Umar bin Khattab mandi dan mengambil kitab yang
ada pada adik perempuannya. Ketika dia membaca surat Thaha, dia memuji
dan muliakan isinya, kemudian minta ditunjukkan keberadaan Rasulullah.
Tatkala Khabab mendengar perkataan Umar bin Khattab, dia muncul dari
persembunyiannya dan berkata, "Aku akan beri kabar gembira kepadamu,
wahai Umar! Aku berharap engkau adalah orang yang didoakan Rasulullah
pada malam Kamis, 'Ya Allah, muliakan Islam dengan Umar bin Khatthab
atau Amru bin Hisyam.'
Waktu itu, Rasulullah berada di sebuah rumah di daerah Shafa." Umar bin
Khattab mengambil pedangnya dan menuju rumah tersebut, kemudian mengetuk
pintunya. Ketika ada salah seorang melihat Umar bin Khattab datang
dengan pedang terhunus dari celah pintu rumahnya, dikabarkannya kepada
Rasulullah. Lantas mereka berkumpul. Hamzah bin Abdul Muthalib bertanya,
"Ada apa kalian?" Mereka menjawab, 'Umar (datang)!" Hamzah bin Abdul
Muthalib berkata, "Bukalah pintunya. Kalau dia menginginkan kebaikan,
maka kita akan menerimanya, tetapi kalau menginginkan kejelekan, maka
kita akan membunuhnya dengan pedangnya". Kemudian Nabi menemui Umar bin
Khattab dan berkata kepadanya. "... Ya Allah, ini adalah Umar bin
Khattab. Ya Allah, muliakan Islam dengan Umar bin Khattab." Dan dalam
riwayat lain: "Ya Allah, kuatkanlah Islam dengan Umar." Seketika itu
pula Umar bin Khattab bersyahadat, dan orang-orang yang berada di rumah
tersebut bertakbir dengan keras. Menurut pengakuannya dia adalah orang
yang ke-40 masuk Islam. Abdullah bin Mas'ud berkomentar, "Kami
senantiasa berada dalam kejayaan semenjak Umar bin Khattab masuk Islam."
Kepemimpinan Umar bin Khattab
Keislaman beliau telah memberikan andil besar bagi perkembangan dan kejayaan Islam. Beliau adalah pemimpin yang adil, bijaksana, tegas, disegani, dan selalu memperhatikan urusan kaum muslimin. Pemimpin yang menegakkan ketauhidan dan keimanan, merobohkan kesyirikan dan kekufuran, menghidupkan sunnah dan mematikan bid'ah. Beliau adalah orang yang paling baik dan paling berilmu tentang al-Kitab dan as-Sunnah setelah Abu Bakar As Siddiq.
Kepemimpinan Umar bin Khattab tak seorangpun yang dapat meragukannya.
Seorang tokoh besar setelah Rasulullah SAW dan Abu Bakar As Siddiq. Pada
masa kepemimpinannya kekuasaan islam bertambah luas. Beliau berhasil
menaklukkan Persia, Mesir, Syam, Irak, Burqah, Tripoli bagian barat,
Azerbaijan, Jurjan, Basrah, Kufah dan Kairo.
Dalam masa kepemimpinan sepuluh tahun Umar bin Khattab itulah,
penaklukan-penaklukan penting dilakukan Islam. Tak lama sesudah Umar bin
Khattab memegang tampuk kekuasaan sebagai khalifah, pasukan Islam
menduduki Suriah dan Palestina, yang kala itu menjadi bagian Kekaisaran
Byzantium. Dalam pertempuran Yarmuk (636), pasukan Islam berhasil
memukul habis kekuatan Byzantium. Damaskus jatuh pada tahun itu juga,
dan Darussalam menyerah dua tahun kemudian. Menjelang tahun 641, pasukan
Islam telah menguasai seluruh Palestina dan Suriah, dan terus menerjang
maju ke daerah yang kini bernama Turki. Tahun 639, pasukan Islam
menyerbu Mesir yang juga saat itu di bawah kekuasaan Byzantium. Dalam
tempo tiga tahun, penaklukan Mesir diselesaikan dengan sempurna.
Penyerangan Islam terhadap Irak yang saat itu berada di bawah kekuasaan
Kekaisaran Persia telah mulai bahkan sebelum Umar bin Khattab naik jadi
khalifah. Kunci kemenangan Islam terletak pada pertempuran Qadisiya
tahun 637, terjadi di masa kekhalifahan Umar bin Khattab. Menjelang
tahun 641, seseluruh Irak sudah berada di bawah pengawasan Islam. Dan
bukan hanya itu, pasukan Islam bahkan menyerbu langsung Persia dan dalam
pertempuran Nehavend (642), mereka secara menentukan mengalahkan sisa
terakhir kekuatan Persia. Menjelang wafatnya Umar bin Khattab di tahun
644, sebagian besar daerah barat Iran sudah terkuasai sepenuhnya.
Gerakan ini tidak berhenti tatkala Umar bin Khattab wafat. Di bagian
timur mereka dengan cepat menaklukkan Persia dan bagian barat mereka
mendesak terus dengan pasukan menyeberang Afrika Utara.
Selain pemberani, Umar bin Khattab juga seorang yang cerdas. Dalam
masalah ilmu diriwayatkan oleh Al Hakim dan Thabrani dari Ibnu Mas’ud
berkata, ”Seandainya ilmu Umar bin Khattab diletakkan pada tepi
timbangan yang satu dan ilmu seluruh penghuni bumi diletakkan pada tepi
timbangan yang lain, niscaya ilmu Umar bin Khattab lebih berat
dibandingkan ilmu mereka. Mayoritas sahabatpun berpendapat bahwa Umar
bin Khattab menguasai 9 dari 10 ilmu. Dengan kecerdasannya beliau
menelurkan konsep-konsep baru, seperti menghimpun Al Qur’an dalam bentuk
mushaf, menetapkan tahun hijriyah sebagai kalender umat Islam,
membentuk kas negara (Baitul Maal), menyatukan orang-orang yang
melakukan sholat sunah tarawih dengan satu imam, menciptakan lembaga
peradilan, membentuk lembaga perkantoran, membangun balai pengobatan,
membangun tempat penginapan, memanfaatkan kapal laut untuk perdagangan,
menetapkan hukuman cambuk bagi peminum "khamr" (minuman keras) sebanyak
80 kali cambuk, mencetak mata uang dirham, audit bagi para pejabat serta
pegawai dan juga konsep yang lainnya.
Namun dengan begitu beliau tidaklah menjadi congkak dan tinggi hati.
Justru beliau seorang pemimpin yang zuhud lagi wara’. Beliau berusaha
untuk mengetahui dan memenuhi kebutuhan rakyatnya. Dalam satu riwayat
Qatadah berkata, ”Pada suatu hari Umar bin Khattab memakai jubah yang
terbuat dari bulu domba yang sebagiannnya dipenuhi dengan tambalan dari
kulit, padahal waktu itu beliau adalah seorang khalifah, sambil memikul
jagung ia lantas berjalan mendatangi pasar untuk menjamu orang-orang.
Abdullah puteranya berkata, ”Seandainya ada anak kambing yang mati di
tepian sungai Eufrat, maka Umar merasa takut diminta pertanggungjawaban
oleh Allah SWT".
Beliaulah yang lebih dahulu lapar dan yang paling terakhir kenyang,
Beliau berjanji tidak akan makan minyak samin dan daging hingga seluruh
kaum muslimin kenyang memakannya.
Tidak diragukan lagi, khalifah Umar bin Khattab adalah seorang pemimpin
yang arif, bijaksana dan adil dalam mengendalikan roda pemerintahan.
Bahkan ia rela keluarganya hidup dalam serba kekurangan demi menjaga
kepercayaan masyarakat kepadanya tentang pengelolaan kekayaan negara.
Bahkan Umar bin Khattab sering terlambat shalat Jum'at hanya menunggu
bajunya kering, karena dia hanya mempunyai dua baju.
Kebijaksanaan dan keadilan Umar bin Khattab ini dilandasi oleh
kekuatirannya terhadap rasa tanggung jawabnya kepada Allah SWT. Sehingga
jauh-jauh hari Umar bin Khattab sudah mempersiapkan penggantinya jika
kelak dia wafat. Sebelum wafat, Umar berwasiat agar urusan khilafah dan
pimpinan pemerintahan dimusyawarahkan oleh enam orang yang telah
mendapat ridha Nabi SAW. Mereka adalah Utsman bin Affan, Ali bin Abu
Thalib, Thalhah bin Ubaidilah, Zubair bin Awwam, Sa'ad bin Abi Waqqash,
dan Abdurrahman bin Auf. Umar menolak menetapkan salah seorang dari
mereka, dengan berkata, "Aku tidak mau bertanggung jawab selagi hidup
sesudah mati. Kalau AIlah menghendaki kebaikan bagi kalian, maka Allah
akan melahirkannya atas kebaikan mereka (keenam orang itu) sebagaimana
telah ditimbulkan kebaikan bagi kamu oleh Nabimu".
Wafatnya Umar bin Khattab
Pada hari Rabu bulan Dzulhijah tahun 23 H Umar Bin Kattab wafat, Beliau ditikam ketika sedang melakukan shalat Subuh oleh seorang majusi yang bernama Abu Lu’luah, budak milik al-Mughirah bin Syu’bah, diduga ia mendapat perintah dari kalangan majusi.
Sayyidina Umar bin Khattab R.a dimakamkan di samping Rasulullah S.a.w dan Abu Bakar ash Siddiq, beliau wafat dalam usia 63 tahun.
Wallahu A'lam bi Shawab. Wassalam